Nilai tukar
rupiah terhadap dolar yang mencapai Rp14.050 per US$1 memang tak lepas dari
fenomena ekonomi global dan devaluasi mata uang yuan, namun pemerintah juga
harus melihat kinerja tim ekonomi dalam negeri.
Devaluasi yuan
tersebut, menurut David Sumual selaku ekonom Bank Central Asia, mengakibatkan
terjadinya perubahan struktural (tectonic shift) dalam pasar finansial global.
Rupiah pun terpengaruh oleh perubahan ini. Dari sektor domestik, pelemahan ini
juga disebabkan oleh isu-isu ekonomi yang relatif masih sama, yaitu bagaimana
pemerintah mempercepat belanja agar infrastruktur mulai dibangun dan meyakinkan
investor untuk melakukan investasi langsung
Mengutip
Reuters, nilai tukar rupiah sepanjang lima hari terakhir bergerak volatile pada
kisaran 13.240 - 13.681 per dolar Amerika Serikat. Sementara itu, sepanjang
pekan ini, kurs tengah atau kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate
(Jisdor) Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran
13.446-13.534 per dolar AS. Rupiah susut 0,09 persen dari 13.521 per dolar AS
pada 9 Oktober 2015 menjadi 13.534 per dolar AS pada 16 Oktober 2015.
Pada perdagangan
menyambut akhir pekan ini, nilai tukar rupiah dibuka melemah 71 poin menjadi
13.489 per dolar AS dari penutupan perdagangan Kamis 15 Oktober 2015 di level
13.418 per dolar AS. Dolar AS sempat berada di posisi terlemah di kisaran
13.527 terhadap rupiah pukul 09.45 waktu setempat. Sepanjang Jumat ini, nilai
tukar rupiah berada di kisaran 13.489-13.606 per dolar AS.
Turun naiknya nilai
rupiah tersebut berdampak langsung dan tak langsung terhadap masyarakat Indonesia,
seperti hal yang dirasakan oleh pabrik tahu di kawasan Mampang, Jakarta
Selatan. Harga kedelai yang terus meningkat membuat omzetnya menurun.
Menurut sang pemilik pabrik, Sutarno, sebelum bulan
puasa harga bahan dasar tahu yakni kedelai kurang dari Rp700.000 untuk satu
kuintal. Namun, sekarang satu kuintal kedelai dihargai Rp710.000.
"Ya kita harus ngecilin ukuran tahunya. Kita kan
gak bisa naikin harga, kayak naikin harga kedelai," jelas Sutarno.
Namun di sisi lain, melemahnya nilai
rupiah atas dolar Amerika Serikat, seperti saat ini, tidak selalu berdampak
buruk namun juga bisa dilihat sebagai momentum untuk meningkatkan ekspor.
Dan begitulah harapan
Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel, pada pertengahan Maret ketika rata-rata
kurs tengah eceran rupiah terhadap dolar AS sekitar Rp12.842 per satu dolar AS
dan turun lagi menjadi sekitar Rp.13.300 untuk satu dollar.
"Pelemahan rupiah
ini merupakan momentum kita untuk meningkatkan ekspor," kata Rachmat dalam
jumpa pers di Kantor Kementerian Perdagangan Jakarta, saat itu.
Memang secara sederhana
pemasukan ekspor akan lebih besar karena artinya pemasukan satu dolar AS akan
bernilai lebih banyak dalam rupiah.
Customer
saya dengan dolar naik, maka posisi di negara dia, misalnya di Spanyol, kursnya
terhadap dolar juga melemah. Dia minta diskon ke kita, jadi kita juga kasih
diskon.
Namun
di lapangan, perhitungannya tidak sesederhana itu, seperti dijelaskan Sekjen
Asosiasi Pertekstilan Indonesia, API, Ernovian.
"Masalahnya
bahan baku kita kan masih pakai dolar, seperti bahan kimia, kita kan masih
impor semua bahan kimia itu. Jadi kalau dengan rupiah melemah ini kalau
dibilang untung, ya nggak juga."
"Kecuali
kalau semua bahan baku dari dalam negeri," tambah Ernovian.
Sumber
:
- http://www.beritasatu.com/ekonomi/315429-siang-ini-rupiah-kembali-anjlok-ke-teritori-negatif.html
- http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/07/150707_indonesia_harga_pangan
- http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/07/150709_indonesia_ekspor
- http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/08/150824_indonesia_rupiah_anjlok
- http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150824104155-78-74014/rupiah-dibuka-melemah-dolar-as-tembus-rp-14-ribu/
- http://bisnis.liputan6.com/read/2341582/alasan-nilai-tukar-rupiah-terus-bergejolak-dalam-sepekan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar